Selasa, 16 Juni 2015

Budaya Akademik, Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan



BUDAYA AKADEMIK, ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN KEADILAN
Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama




Description: poltekkes.jpg
 









           

                                                         Disusun Oleh :
1.      Lia Enjelina Juniarti             (1402450069)
2.      Wahyu Putri Septiana           (1402450070)
3.      Siti Imro’atullayina              (1402450071)
4.      Ellsa Sospa Citra Sari           (1402450072)
5.      Alif Via Rahmadhani            (1402450073)
6.      Amanda Permana Sari D. P.  (1402450074)


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MALANG JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D IV KEBIDANAN MALANG
TAHUN 2014/2015





KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kepadat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam ini dengan tepat waktu yang berjudul “Budaya Akademik, Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan”.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapat banyak bantuan oleh berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.                  Drs.H.Nu’man Khumaidi, S.Pd, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas makalah dan bantuan dalam penyelesaian makalah ini.
2.                  Teman – teman kelas I B yang telah memberikan motivasi dan saran-saran dalam penyelesaian makalah ini.
3.                  Orang tua kami yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai informasi ataupun pengetahuan bagi pembaca dan dapat menjadi literature guna membantu mahasiswa dalam belajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Malang, 16 Oktober 2014

   
Penyusun




 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                 i
DAFTAR ISI                                                                                                 ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                            i
1.1  Latar Belakang                                                                              1
1.2  Rumusan Masalah                                                                         1
1.3  Tujuan                                                                                            2
BAB II PEMBAHASAN                                                                              3
           2.1  Budaya Akademik dalam Pandangan Budaya Islam                    3
                  2.1.1 Pengertian Budaya Akademik                                             3
                  2.1.2 Pembahasan Tentang Budaya Akademik                            5

2.2 Etos Kerja, Sikap Terbuka Dan Keadialan Dalam

Pandangan Agama Islam                                                           8

2.2.1 Etos Kerja                                                                            8
        2.2.2 Sikap Terbuka                                                                      12
        2.2.3 Bersikap Adil                                                                       13
                  2.2.4 Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam       17
BAB III PENUTUP                                                                                      19
3.1 Kesimpulan                                                                                     19
3.2 Saran                                                                                               20
DAFTAR PUSTAKA                                                                                  21



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang universal, karena itu masalah-masalah yang ada dalam masyarakat sudah barang tentu diatur di dalam ajaran Islam. Kajian tentang Al Quran serta kandungan ajarannya tampaknya tidak akan pernah selesai dan akan berlanjut sepanjang zaman. Keajaibannya akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air yang tidak pernah kering dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan ummat Islam. Al Quran akan selalu hadir dalam kehidupan yang sarat dengan berbagai persoalan hidup yang dialami oleh umat Islam. Di sinilah letak salah satu keunikan Al Quran itu dan dari sini kita dapat memahami mengapa orang yang mempercayainya tidak akan pernah meragukan validitas ajarannya dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak dan final meski dipihak lain orang yang meragukan dan tidak mempercayainya selalu berupaya untuk meruntuhkan kebenaran Al Quran baik dengan cara halus atau kasar, dibungkus dengan metode ilmiah yang mengandung distorsi atau bahkan hanya dengan hujatan, tanpa mengandung ilmiah yang layak dalam kajian akademis.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk mewujudkan pendidikan multikultural(beragam budaya). Budaya merupakan Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya Akademik menurut Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya Sikap Terbuka dan Adil menurut Islam.

1.2.      RUMUSAN MASALAH
a)      Apa makna budaya akademik dalam sudut pandang Islam?
b)      Apa yang dimaksud etos kerja, sikap terbuka dan keadilan menurut pandangan Islam?



1.3.      TUJUAN
a)      Memahami makna budaya akademik dalam pandangan islam
b)      Memahami maksud dengan etos kerja, sikap terbuka dan keadilan dalam pandangan agama islam
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1        BUDAYA AKADEMIK DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM

2.1.1  Pengertian Budaya Akademik

Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun Al-'Alaq 96: l-5 tergambar dengan jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang sangat serius kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Allah SW'T menurunkan petunjuk pertama kali adalah terkait dengan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut menggunakan redaksi "iqra" . Makna perintah tersebut bukanlah hanya sebatas membaca dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam kontek modern sekarang makna iqra' dekat dengan makna reading with understanding (membaca disertai dengan pemahaman).
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu pengetahuan. Penggalan ayat 3l dari Surat Al-Baqarah yang berbunyi "Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya", juga mengandung arti bahwa salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikam apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga ini mengantarnya mengetahui. Di sisi lain kemampuan manusia merumuskan ide dan memberikan nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia yang berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu. Etos untuk terus menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan bahwa yang disebut belajar atau menuntut ilmu bukan hanya pada musim tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu, melainkan sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban untuk terus menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim. Salah satu hikmahnya adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan perkembangan menuju kemajuan, maka kalau seorang muslim tidak terus menambah pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan zaman yang pada gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan. Al-quran jelas membedakan antara orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.
4.   Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT. Secara garis besar manusia dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama, orang yang sekedar beriman dan beramal, dan yang kedua adalah orang yang beriman dan beramal shalih serta memiliki pengetahuan. Posisi atau derajat kelompok kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang dimiliki, tetapi juga amal dan usahanya untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki tersebut, baik melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan. Ilmu yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun yang rnembawa maslahat bagi kehidupan manusia.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
1.            Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
2.            Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
3.            Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.

2.1.2  Pembahasan Tentang Budaya Akademik

Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang d Indonesia, menegaskan berbagai macam pendapat di antaranya :
1)      Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar (167/76,2%) responden adalah “Budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik” Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya :
1)      Penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif.
2)      Pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral.
3)      Kebiasaan membaca.
4)      Penambahan ilmu dan wawasan.
5)      Kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat.
6)      Penulisan artikel, makalah, buku.
7)      Diskusi ilmiah.
8)      Proses belajar-mengajar.
9)      Manajemen perguruan tinggi yang baik.
2.   Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden (163/74,4%) mengenai Tradisi Akademik adalah, “tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa seperti menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik”
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi lapuk, terutama dalam paradigma patron-client relationship yang mendarah-daging.
3.   Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang (65,7%) responden adalah kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggung jawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86).
“Kebebasan Akademik” berurat-berakar mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik – tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994, Daedalus Winter 1997, Poch 1993, Watch 1998, Worgul 1992).
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto (lihat Watch 1998). Kini kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak terbatas dan “tak bertanggungjawab,” sampai pada pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :
1.      Penerbitan buku tertentu.
2.      Pengembangan studi tentang ideologi tertentu.
3.      Pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau negara.

2.2        ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN KEADILAN DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM

2.2.1  Etos Kerja

Telah disebutkan terdahulu hakikat manusia terletak pada eksistensinya. “Eksistensinya” berarti berpikir untuk mencipta yang menghasilkan produk atau ciptaan. Dengan kata lain hakikat manusia adalah kerja. Konsekuensi logisnya adalah berhenti bekerja hilang hakikatnya sebagai manusia. Telah disebutkan pula bahwa Islam lebih mementingkan amal dari pada gagasan atau terminal terakhir adalah amal. Amal identik dengan kerja dan sekali lagi hakikat manusia adalah kerja.
Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting. Kata amal dan berbagai kata yang seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun, ‘amila, i’malu dan yang sejenisnya disebut dalam Al-Quran sebanyak 192 kali. Kata amal shalih yang dirangkai dengan kata iman sebanyak 46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar pendekatan kebudayaan maupun agama adalah sama yaitu terletak pada kerja atau amal. Kesimpulan ini didukung oleh pepatah:
ا لعلم بلا عمل كا لنخل بلا عسل
(ilmu tanpa amal bagaikan lebah tanpa madu) atau
ا لعلم بلا عمل كا لشجر بلا ثمر
(ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah).
Dengan demikian manusia yang tidak beramal atau tidak bekerja hakikat kemanusiaannya tidak utuh, atau bahkan hilang hakikat kemanusiaannya.
Supaya manusia tidak hilang hakikat kemanusiaannya, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya supaya terjauh dari sifat pemalas. Demikian doa Rasul:
للهم ا نى اعو ذ بك من الكسل والعجز والبخل (روا ه التر مذى عن زيد بن ارقم)
(ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan Engakau dari kemalasan, kelemahan, dan kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn Arqam (at-Turmuzi, V:226)).
Malas, lemah kepribadian dan bakhil adalah penghalang utama dalam menumbuhkan etos apapun termasuk etos kerja. Sebaliknya Islam memotifasi demikian bersemangat supaya setiap pemeluknya rajin beramal atau bekerja. Allah berfirman:

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjk-iJTgTc2C23THTwikBIr9HQrZXymPlxuUL4mtFyOEXO4cvL1YGWpQhD4pW9g5P6XsQTno1WcJStewBosNwAJFIaR747-7nS4Kv6xcgayQNrgsFiRQW3Rdx_LKy-4fZ0QAHO7iTZ6rQjr/s320/36.JPG

Artinya :
“ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) “.( QS Al An’am : 160 ).
Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik pahalanya dilipatgandakan 10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman bahwa orang yang beramal baik itu berakhir dengan keberuntungan (Abd al-Baqi, [t.th.]:668). Satu diantara:

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuu_Y-H6bUrRmQNu89Kq7tD2i-eeb-_TJDA6hhQ__Uncb262NpsLpRk6ut0lhU8KMsWVCWZAwPMVIhbHdi64Y6gjyblax794JwK23Hzyx9sF1XJhTA2xBMsVDQSWRvYB4rwtyoqizJPUoj/s320/37.JPG

Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan “. ( QS Al Hajj : 77 ).
Kata kemenangan dalam ayat itu sama dengan keberuntungan, dapat diperhatikan dalam ayat berikut:
Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0R1o1DEoBUzKqb4-Hvd0OQqnti7_keR-O-frz07mFXX6XGPoB9B6xCWTfMOHmBxyMgtDtwbj88Un7ZbcqH4pndfmuyZWy9RYtrW1t3l5EQX8bXshtnRBQfXUcNfWnhn9VXpxEwG0r2Wk4/s320/38.JPG



Artinya :
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman “.(QS. Al Mu’minun: 1)
Keberuntungan atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang lain dalam Al-Quran selalu berarti sebagai akibat dari amal baik. Keberuntungan sebagai amal atau kerja bisa berupa pahala yang dinikmati besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia sekarang. Bahkan sesungguhnya, karena Islam tidak mengenal paham sekularisme, yaitu pemisahan urusan dunia dan urusan akhirat (agama), justru setiap urusan apapun dalam Islam selalu mengandung dimensi dunia dan akhirat. Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari kebahagiaan dunia dan kehidupan akhirat sekaligus. Allah berfirman:

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJ0u78GICEFNwv79nLkkOGMj0RFwOReOiF9tWrK0KEXJCUnI1RGztqRrYi3IvouK0QkQVpaPiQY5uJutpnzP0Ix5L7WgD66pQ3W-mb-eB5yysFm7XLrb8Moi6GTY0Qc7ScWJX4f-bObMQq/s320/39.JPG

Artinya :
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka“. ( QS. Al Baqarah : 201 ).
Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu saja kepada seseorang yang berpangku tangan. Hanya kerja keras kebahagiaan juga takkan didapat. Tetapi kebahagiaan selalu merupakan perpaduan antara kerja keras dan anugerah Allah. Karena itu Allah juga memerintahkan supaya di dalam mencari kehidupan itu tidak setengah-setengah, dunia saja atau akhirat saja, melainkan keduannya.

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh447iALMbluQqabjXt9bPNelovFYdRPHanysgfrlk1ZoDmhDUu9HnHMVSUYRXElw-gULiaFnPNXqW4c8u53LRYwlqx2PFCje-YS1lGxv7qXDIU1gIH4o557MNqHDTZA56WV_R8LbE4Npi1/s320/40.JPG

Artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan “. ( QS. Al Qashash : 77 ).
Kemudian, di dalam kerja keras mencari kebahagiaan baik dunia maupun akhirat itu ada kode etiknya, yaitu tidak boleh berbuat kerusakan, kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya dengan orang lain, terhadap tetumbuhan, binatang, maupun alam semesta).

2.2.2  Sikap Terbuka

Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara lain adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa Indonesia) merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa amat korup. Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang bathil. Tampilan praktisnya, salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah.
Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini, ajaran berbunyi:
Artinya :
“ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..” ( QS. Al ‘Ankabut : 45 ).
Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu ia mewujudkan keimanannya dengan melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat mencegah diri untuk berbuat keji dan munkar.
Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah jika terlanjur berbuat salah segera mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada siapa ia bersalah (Allah atau sesama manusia). Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Artinya :
“ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka…. “ ( QS. Ali Imron : 135 ).
Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf kepadanya tidak usah menunggu lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah maupun kepada selain-Nya ini merupakan sikap jujur dan terbuka. Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik. Nabi bersabda:
ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجنة وا ن ا لرجل يصد ق حتى يكتب عند الله صد يقا. وا ن ا لكذ ب يهد ا لى ا لفجور. وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر. وا ن الرجل ليكذ ب حتى يكتب عند لله كذا با( متفق عليه)
(Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah ke surga. Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka. sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai pembohong. Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).

2.2.3  Bersikap Adil

Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari masing-masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-putrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-wenang terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat positif secara moral.
Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi. Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti hawa nafsu, karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orng lain.
Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang (al-Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-Hikmah berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik dan buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar, yang baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat utma ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi kecerdasannya dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu akan menampakkan profil preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang cerdas dan berani lalu digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah adalah tidak baik karena tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam semua suasana secara terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri.
Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga baik . inilah gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak berani berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian adil adalah puncak dari ketiga sifat utama tersebut.
Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran. Kata adil dan berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di dalam Alquran. Karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal. Allah berfirman:
Artinya :
“...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” (QS. Al Maidah: 8).
Kata adil sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya, umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan al-qashitun terulaqng sebanyak 25 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-kadang kata adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama lain berarti sama. Contohnya adalah:
Artinya :
“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. ( QS. Al Hujurat : 9 ).
Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah baik dan positif, tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama Islam terbesar dunia dan di saat yang sama dikenal sebagai bangsa dengan aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis adalah membudayakan sikap adil dalam semua lapangan kehidupan.
Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus menerus secara berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah komitmen untuk mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang lain, apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang memiliki pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri manusia adalah meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para fansnya akan meniru tidak adil pula.
Dalam Islam orang yang paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola untuk ditiru dan diteladani adalah Rasulullah SAW. Allah berfirman yang artinya :
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “. ( QS. Al Ahzab : 21 ).
Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah, menyebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran “kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim dari ‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola pertama seluruh umat Islam adalah Rasulullah. Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang paling berpengaruh di dunia (rangking pertama) dari seratus orang yang paling berpengaruh di dunia (Hart, 1982:4). Cukup banyak contoh-contoh sikap adil yang ditampakkan oleh Rasulullah, antara lain:
An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku memberi sesuatu pemberian kepadaku. Lalu ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak rela sebelum engkau persaksikan hadiah itu di hadapan Rasulullah SAW”.
Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah membarikan suatu pemberian kepada anakku dari Amrah bin Rawahah. Kemudian aku diperintahkannya supaya bersaksi kepada Tuan!”
Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau juga telah memberi kepada semua anakmu pemberian seperti ini?
An-Nu’man menjawab, “Tidak”.
Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu!
Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberiannya.
Dan ada orang perempuan Makhdzumiyyah mencuri. Mereka berkata, “Siapakah yang akan membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?”
Tidak ada seorangpun yang berani kecuali (kekasih wanita itu) Usman bin Zaid r.a. Lalu ia membicarakan hal tersebut dengan Rasulullah SAW.
Beliau berkata, “Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam pelanggarana hukum Allah?” Kemudian Rasulullah SAW berdiri serta berkhotbah. Di antara isi khotbahnya beliau bersabda, “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada seorang dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi bila yang mencuri itu dari golongan bawah (lemah), dia dijatuhi hukuman. Demi Allah andaikata Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya. (Al-hufiy, 2000:189)
Dan masih banyak contoh lain tentang keadilan Rasulullah.

2.2.4  Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam

Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi,sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi dan sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepad aAllah SWT. Beberapa petunjuk Al-Qur’an agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain;
1.      Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2.      Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka dan jujur, seseorang tidak mungkin meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalu tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karenaorang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerjasama dengan orang lain. Apalagi kalu tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-qur’an dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi tehadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna yang diperkenalkan Al-qur’an buka hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa  sikap adil itu harus ditujukan Al-qur’an memberi petunjuk bahwa sikap adil dissamping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri.















BAB III
PENUTUP

3.1        KESIMPULAN

Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
1.            Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2.            Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu pengetahuan.
3.            Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
4.            Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.

Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
1.            Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
2.            Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
3.            Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.

Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain;
1.            Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2.            Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.

Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa sikap adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri.

3.2         SARAN
Untuk menuntut dan mengamalkan budaya akademis, sikap etos kerja, sikap terbuka, dan keadilan harus kita dasar dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt agar dapat memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar